Susana diskusi publik Bedah RUU Penyelenggara Pemilu di IAIN Tulungagung(28/11)

Susana diskusi publik Bedah RUU Penyelenggara Pemilu di IAIN Tulungagung(28/11)

Reporter : Suprihno
Editor : Suyitno Arman

TULUNGAGUNG (kpu-tulungagungkab.go.id.) – Pemerintah telah mengajukan RUU Penyelenggaraan pemilu ke DPR. Kini tugas DPR untuk segera membahasnya. RUU penyelenggaraan pemilu merupakan pengabungan tiga undang-undang yang disatukan /disederhanakan menjadi 1 (satu) undang-undang sesuai dengan perkembangan demokrasi dan dinamika masyarakat.

“Undang-undang ini akan menjadi dasar desain pemilu yang lebih sederhana yaitu hanya ada dua kali pemilu dalam lima tahun, yaitu pemilu Nasional untuk memilih presiden dan legislatif. Serta pemilu lokal atau pilkada untuk memilih gubernur, bupati dan walikota”. Hal ini disampaikan Suprihno ketua KPU Tulungaung dalam Diskusi Publik Bedah Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan pemilu yang di selenggarakan Dewan Eksekutif  Mahasiswa (Dema) Fakultas Syariah dan Hukum IAIN Tulungagung, di Aula Syaifudin Zuhri, Senin (28/11/ 2016).

Suprihno melanjutkan bahwa paling tidak ada tiga hal yang menjadi catatan. Pertama pemilu serentak akan mampu meningkatkan efisiensi anggaran negara. Kedua penguatan Bawaslu secara kelembagaan dan kewenangan akan semakin memperkecil pelanggaran pemilu dan meningkatkan kualitas pemilu, Ketiga, jika sistem proposional terbuka terbatas diterapkan dalam pemilu, akan memperingan penyelenggara karena akan melokalisir konflik pada tingkatan partai politik.

Fayakun, SH, MM., Mantan Ketua Panwaslu Tulungaung yang menjadi pembicara ke dua menyampaikan bahwa masih banyaknya pasal-pasal dalam RUU yang berpotensi digugat di Mahkamah Kostitusi (MK). “Misalnya pasal 14 dan pasal 89 tentang batasan usia penyelengara pemilu yakni KPU dan Bawaslu.  Selain itu banyak pula pasal-pasal yang pernah dibatalkan oleh MK, ternyata masih dicantumkan lagi dalam RUU ini. Contoh misalnya pasal 183 tentang sistem pemilu proposional terbuka terbatas, ini sudah pernah dibatalkan MK”.

Dr. Muhammad Aziz Hakim, Dosen dan Pakar Hukum Tatanegara IAIN Tulungaung yang juga menjadi pembicara menilai bahwa sistem proposional terbuka terbatas jika disetujui DPR akan menjadi kemunduran demokrasi. Hal itu karena rakyat tidak lagi terlibat menentukan siapa wakil-wakilnya di DPR, tetapi lebih banyak ditentukan oleh partai politik. (YES/ARM)