Penyaji sedang menyampaikan paparannya dalam diskusi rutin(24/8)

Penyaji sedang menyampaikan paparannya dalam diskusi rutin(24/8)

Reporter : Suyitno Arman
Editor : Suyitno Arman

TULUNGAGUNG (kpu-tulungagungkab.go.id.) – Rabu (24/8/2016) kembali KPU Kabupaten Tulungagung menggelar diskusi rutin dua mingguan bertempat di Media Center KPU Tulungagung. Untuk kali ini fokus atau tema yang dibahas adalah seputar dana hibah pilkada. Mendapat giliran tampil sebagai penyaji adalah Komisioner Divisi Keuangan dan Logistik Victor Febrihandoko dan dimoderatori Kasubbag Umum Nanang Eko Prasetyo.

Victor Febrihandoko pada paparannya menjelaskan bahwa sistem penganggaran pada pilkada serentak yang dimulai sejak tahun 2015 lalu berbeda secara signifikan dibanding pilkada-pilkada sebelumnya. Secara umum sistem penganggaran pilkada kali ini lebih sistematis, termasuk sistem pengelolaan dan pertanggungjawabanya.

“Jika dulu dana hibah pilkada diberikan oleh pemkab dan langsung bisa dikelola oleh KPU Kabupaten, maka saat ini prosesnya harus melalui KPU RI dulu. Dana hibah akan diregister oleh KPU RI, dan selanjutnya akan dimasukkan sebagai DIPA KPU Kabupaten yang bersangkutan untuk selanjutnya akan dibelanjakan sebagai pembiayaan atas kebutuhan barang dan jasa tahapan pemilihan”, papar Victor.

Kasubbag Program dan Data Much. Anam Rifa’i secara khusus menyoroti problem yang kerap muncul dalam sistem penganggaran pilkada, yakni terkait dengan masa tahapan yang melewati dua tahun anggaran berbeda. Meskipun dalam aturan jelas disebutkan bahwa Rencana Kebutuhan Biaya (RKB) pilkada merupakan satu-kesatuan yang utuh, namun pada prakteknya seringkali pemkab sebagai pemberi hibah meminta dilakukan dalam 2 kali Naskah Perjanjian Hibah daerah (NPHD).

Para peserta antusias mengikuti jalannya diskusi(24/8)

Para peserta antusias mengikuti jalannya diskusi(24/8)

Hal sama diungkapkan oleh Komisioner Divisi SDM dan Partisipasi Masyarakat Suyitno Arman. Karena itu untuk menghindari beda persepsi antara pemberi hibah dan pengguna/penerima hibah, dirinya menyarankan perlunya dilakukan koordinasi sejak dini untuk menyamakan persepsi.

“Harus diingat bahwa masalah anggaran ini adalah persoalan yang rumit. Masing-masing pihak tentu punya alasan yang kuat dan rasional untuk menghindari problem teknis maupun yuridis yang muncul di kemudian hari. Maka jalan satu-satunya adalah bertemu dan berdiskusi. Bahkan semakin banyak bertemu dan berdiskusi lebih baik, mengingat uang yang akan digunakan untuk pembiayaan pilkada ini tidak sedikit. Tapi UU sudah jelas mengatur bahwa APBD harus membiayai pilkada”, kata Arman.

Diskusi rutinan yang berjalan serius namun dalam suasana santai itu baru berakhir jelang pukul 12.00 WIB. (ARM)