Dokumentasi sosialisasi disabilitas pada Pemilu 2014

Dokumentasi sosialisasi disabilitas pada Pemilu 2014

Oleh: Suprihno
(Ketua KPU Kabupaten Tulungagung, Divisi Perencanaan & Data)

Sejak pemilu 2009, KPU telah mendorong untuk meningatkan partisipasi pemilih disabilitas. Salah satunya melalui gerakan program sosialisasi ke kelompok-kelompok disabilitas. KPU juga menghimbau kepada KPPS untuk membuat Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ramah disabilitas, mulai lokasi, jalan menuju TPS, serta desain TPS.

Pemilu 2014, selain terus melakukan sosialisasi ke kelompok disabiitas dan perhatian khusus pada pembuatan TPS ramah disabilitas, lebih teknis lagi KPU juga menyediakan kolom catatan khusus dalam DPT agar pemilih disabilitas mendapat perhatian oleh KPSS.

Pada pilkada sernentak 2017, kegiatan program pemilu akses untuk disabilitas terus digiatkan hingga pada kolom rekapitulasi dapat diketahui tingkat partisipasi pemilih disabilitas. Hasilnya luar biasa. Pilkada serentak yang digelar 15 Februari 2017 lalu tingkat partisipasi disabilitas mencapai 257% (sumber: www.kpu.go.id). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat disabilitas tanpa hambatan dan mendapatkan pelayanan yang baik pada saat mengunakan hak pilihnya di TPS.

Pertanyaan kemudian adalah, bagaimana untuk pilkada serentak 2018 mendatang? Apakah KPU mampu memberikan layanan yang lebih maksimal sehingga semakin mempermudah ruang partisipasi bagi penyandang disabilitas?

Sebelum menjawab pertanyaan – pertanyaan diatas, ada baiknya kita telaah problem layanan disabilitas para pilkada 2017. Pertama, data DPT bisa kurang akurat sejauh terkait penyandang disabilitas. Penyebabnya karena pendataan DPT oleh PPDP pada saat coklit kerumah-rumah, tidak semua pemilih dapat di temui, sehingga data yang di peroleh tidak lengkap. Kedua, masyarakat belum memberikan informasi yang sesungguhnya tentang keadaan “sebenarnya” anggota keluarga mereka.  Bahkan ada kesan mereka cenderung menutup-nutupi, karena dianggap sebagai kekurangan/aib. Ketiga, belum semua TPS mampu memberikan akses layanan sesuai petunjuk KPU, diantaranya karena kondisi geografis yang tidak memungkinkan (misalnya lokasi di daerah pegunungan, atau fasilitas yang tidak tersedia di daerah tersebut).

Membandingkan pesta demokrasi di Amerika Serikat, pada Pemilu Presiden bulan November 2016 lalu, warga penyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus di negeri Paman Sam itu mendapat perlakuan berbeda dalam menggunakan hak suaranya. Pertama, mereka mendapat surat suara yang lebih spesifik serta bantuan dalam mengenali calon pemimpin yang akan dipilih. Kedua, pada saat pemilu, pemerintah AS juga membuka layanan call center yang secara khusus melayani pemilih disabilitas atau yang berkebutuhan khusus. Jika perlu bantuan, penyandang disabilitas langsung dapat menghubungi layanan call center ini. Ketiga, terdapat pelatihan-pelatihan atau pendidikan pemilih bagi penyandang disabilitas yang di danai oleh lembaga-lembaga swasta nirlaba, sehingga pemilih disabilitas mendapat informasi yang cukup tentang program calon dan ketrampilan bagaimana memilih. Keempat, selain menyediakan dana untuk kegiatan pendidikan dan pelitihan, lembaga swasta nirlaba juga giat melakukan sosialsiasi, fasilitasi dan kampaye secara mandiri tentang pentingnya akses bagi penyandang disabilitas.

Berdasar permasalahan di atas dan belajar dari pengalaman di negara lain, kiranya ada beberpa agenda yang harus diselesaikan KPU untuk menyambut pilkada 2018 mendatang, khususnya untuk memastikan jaminan bagi pemilih disabilitas.

Pertama, perlunya penyiapan SDM pendataan pemilih/PPDP yang memiliki wawasan dan ketrampilan tentang disabilitas, sehingga datanya menjadi akurat. Kedua, ada baiknya pemerintah atau penyelengara pemilu membuat call center layanan disabilitas dalam masa tahapan pemilu, sehigga penyandang disabilitas akan terbantu dengan mudah. Ketiga, penyelengara pemilu harus memetakan penyandang disabilitas di setiap TPS sehingga KPPS dapat memberikan layanan dan bantuan kepada pemilih untuk mengunakan hak pilih di TPS. Keempat, mengajak masyarakat untuk memberikan informasi secara terbuka, tentang anggota keluarga penyandang disabilitas yang memiliki hak yang sama dengen mereka yang normal, sehingga data DPT menjadi valid. Kelima, melibatkan masyarakat, ormas, LSM untuk terlibat aktif dalam mendidik masyarakat disabilitas terlibat dalam pemilu, dan memberikan kesamaan hah-hak mereka dalam berpolitik.

Semoga pekerjaan rumah KPU pada Pilkada 2018 dalam memberikan layanan akses bagi pemilih disabilitas dapat terlaksana dengan baik. Sejauh ini KPU RI telah melangkah nyata dalam mendorong peran aktif masyarakat untuk ikut mendukung pemilu akses disabilitas. Diantaranya lomba pemilu akses bagi kalangan jurnalis, serta pemberian penghargaan (award) bagi website di lingkungan internal KPU yang dinilai berperan aktif memberikan layanan bagi kaum disabilitas. (*)