Tahun ini perayaan Harbuknas jatuh pada Selasa (17/5/2022).

Hari Buku Nasional (Harbuknas) yang dirayakan setiap 17 Mei adalah momen untuk memperingati pentingnya budaya membaca. tirto.id – Masyarakat Indonesia memperingati Hari Buku Nasional (Harbuknas) setiap tanggal 17 Mei. Hari nasional tersebut ditetapkan sebagai momen untuk memperingati pentingnya budaya membaca. Rendahnya budaya membaca buku di Indonesia sudah menjadi masalah yang melanda sejak dulu. Kondisi ini berkaitan dengan angka melek huruf yang rendah di dalam negeri. Merujuk survei di tahun 2016 oleh Central Connecticut State University, minat baca masyarakat Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara yang terlibat survei. Bahkan menurut UNESCO, persentase minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, yaitu hanya 0,001 persen. Hal ini diperburuk dengan tingginya angka buta huruf di Indonesia yang memprihatinkan. Data terakhir yang dirilis oleh BPS pada 2020 menyebutkan bahwa masih ada sekitar 1,93 persen penduduk Indonesia yang buta huruf. Artinya, masih ada sekitar 5.237.053 penduduk Indonesia yang tidak bisa membaca aksara. Angka buta huruf tertinggi tersebar di enam provinsi, termasuk Papua, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Barat. Oleh karena itu, perayaan Harbuknas dijadikan momen untuk meningkatkan kesadaran seluruh elemen masyarakat terkait pentingnya membaca buku. Kampanye-kampanye budaya membaca diharapkan dapat meningkatkan minat baca dan mengatasi buta huruf dalam negeri. Sejarah Hari Buku Nasional 17 Mei Tahun ini Harbuknas telah dirayakan selama lebih dari dua dekade, tepatnya sejak 2002. Sejarah mencatat Harbuknas dicetuskan oleh Abdul Malik Fadjar, yaitu Menteri Pendidikan yang menjabat di era Kabinet Gotong Royong (2001-2004). Melansir Donasi Buku Kemendikbud, Harbuknas awalnya ditetapkan untuk meningkatkan minat baca masyarakat dan menaikan penjualan buku. Kala itu, jumlah rata-rata buku yang dicetak setiap tahun hanya mencapai 18 ribu judul. Jumlah tersebut sangat rendah dibanding negara Asia lainnya, seperti Jepang dan Cina yang mencapai 40 ribu hingga 140 ribu judul buku. Selain itu, angka melek huruf di dalam negeri juga rendah. Di tahun 2002 UNESCO mengungkapkan bahwa angka melek huruf di Indonesia pada orang dewasa berusia 15 tahun ke atas hanya 87,9 persen. Angka tersebut lebih rendah dibanding Malaysia, Vietnam, dan Thailand pada tahun yang sama. Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat kemampuan literasi dasar adalah modal utama yang harus dimiliki agar bangsa dapat berkembang. Berkaca dari hal tersebut sejumlah elemen masyarakat khususnya kelompok pecinta buku mendorong untuk disahkannya gerakkan untuk meningkatkan budaya membaca. Kemudian di tahun 2002 ditetapkanlah tanggal 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional. Tanggal 17 Mei dipilih karena bertepatan dengan momen berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, yaitu pada 17 Mei 1980.