Suasana diskusi bedah UU pilkada hasil perubahan(11/8)

Suasana diskusi bedah UU pilkada hasil perubahan(11/8)

Reporter : Much. Anam Rifai
Editor : Much. Anam Rifai

TULUNGAGUNG, (kpu-tulungagungkab.go.id) – Dalam rangka meningkatkan pengetahuan hukum di bidang kepemiluan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tulungagung Kamis (4/08/2016) menggelar acara diskusi rutin dengan tema “Membedah UU Pilkada Hasil Perubahan”. Diskusi yang bertempat di Aula KPU Kabupaten Tulungagung diikuti seluruh komisioner, pejabat sekretariat serta staf. Sebagai pemantik diskusi adalah Agus Safei, Anggota KPU Kabupaten Tulungagung yang membidangi Divisi Hukum, Pengawasan dan SDM.

Agus memaparkan gambaran umum hasil revisi UU No. 1/2015 yang meliputi tiga hal. Pertama revisi UU No. 1/2015 dilakukan untuk mengakomodir Putusan Mahkamah Konstitusi. Kedua, revisi  UU No. 1/2015 dilakukan untuk memperkuat kewenangan Bawaslu. Ketiga revisi UU No. 1/2015 dilakukan untuk mengakomodir isu-isu terbaru dalam Pilkada.’’Saya contohkan Putusan Mahkamah Konstitusi yang diakomodir dalam  UU No.10/2016 adalah cara menghitung jumlah minimal dukungan calon perseorangan yang semula prosentasenya dihitung dari jumlah penduduk, nah sekarang dihitung dari daftar pemilih tetap,’’ jelas Agus.

Selain itu, dia mencatat ada beberapa perubahan krusial lainnya yang diatur dalam UU No.10/2016. Di bidang pencalonan misalnya, mantan terpidana sudah bisa mencalonkan diri tanpa harus menunggu jangka waktu 5 tahun setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Namun syaratnya dia harus mengumumkan ke publik bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana. ’’Seingat saya ini juga sudah diterapkan pada Pilkada serentak 2015. Kalau gak salah pengaturan ini juga tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi,’’ kata Agus.

Perubahan lainnya adalah tentang pengaturan pelanggaran kampanye pasangan calon yang berdampak pada pembatalan sebagai pasangan calon. UU No.10/2016 mendefinisikan hal tersebut sebagai pelanggaran administrasi pemilihan. “Bawaslu nanti yang menanggani. Kalau KPU sih tinggal menindaklanjuti putusan Bawaslu. Kalau putusan Bawaslu mencoret pasangan calon, ya KPU tindaklanjuti dengan membuat SK baru tentang pembatalan pasangan calon tersebut. Tapi masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan pasangan calon yakni mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung,’’ terang Agus.

Diskusi berjalan gayeng dan interaktif. Victor Febrihandoko, Anggota KPU yang membidangi divisi Keuangan, Urusan Rumah Tangga dan Logistik mengatakan, harus dihitung batas waktu penyelesaian sengketa administrasi pemilihan dengan hari pemungutan suara. Apabila jaraknya terlalu dekat, menurut dia dapat menganggu proses pencetakan surat suara dan distribusi logistik. “Misalnya pada hari terakhir kampanye baru ada laporan ke Bawaslu. Sedangkan jarak antara hari terakhir kampanye dengan pemungutan suara hanya 1 bulan. Apakah itu cukup? Apalagi kalau ada sengketa belum selesai sampai hari pemungutan suara,’’ kata Victor.

Agus mengatakan bahwa pada pelaksanaan Pilkada 2015 yang lalu, KPU RI melakukan penundaan Pilkada di beberapa daerah yang mengalami sengketa pemilihan, dimana proses hukumnya masih berjalan sampai hari pemungutan suara. ‘’Saya menilai hal tersebut sebagai bentuk perlindungan dari KPU terhadap hak seseorangan untuk dipilih (right to be candidate),’’ kata Agus.(NAM)