Rep. : Much. Anam Rifai
Ed. : Suyitno Arman
Tulungagung, kpu-tulungagungkab.go.id._Besarnya Sisa Lebih Penggunaaan Anggaran (SILPA) pada penyelenggaraan Pilkada serentak 2015 lalu di beberapa daerah, menjadi perhatian tersendiri bagi KPU Kabupaten Tulungagung. Pasalnya dalam waktu dekat institusi yang bertugas menyelenggarakan pemilihan bupati dan wakil bupati di Tulungagung ini akan menyelenggarakan pilkada serentak 2018. Tentu KPU Tulungagung tidak ingin mengalami hal yang sama. Oleh sebab itu beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya SILPA pada penyelenggaraan pilkada serentak 2015, tengah dipelajari dan dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam penyusunan anggaran Pilkada 2018.
Ketua KPU Kabupaten Tulungagung Suprihno Rabu (25/05) menjelaskan bahwa realisasi anggaran pada penyelenggaraan pilkada memang berpotensi terjadinya SILPA yang tinggi. Kondisi tersebut disebabkan karena ada beberapa kegiatan dalam pilkada, yang basis perencanaan anggarannya masih menggunakan data proyeksi, belum berupa data pasti. Konsekuensinya, jika proyeksi benar maka penyerapan anggaran bisa maksimal. Tetapi sebaliknya jika proyeksi pada akhirnya banyak berbeda dengan realita, maka dipastikan anggaran yang tidak terserap akan semakin besar.’’Oleh sebab itu besaran SILPA mestinya tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur tinggi atau rendahnya hasil kinerja KPU itu sendiri,’’ kata Alumni Unej itu.
Suprihno memberi contoh kebutuhan anggaran pilkada yang datanya berbasis proyeksi diantaranya adalah: kebutuhan personil KPPS, verifikasi calon perseorangan, verifikasi keabsahan persyaratan pencalonan/calon, serta kebutuhan pengadaan logistik. Kebutuhan anggaran pada pos-pos kegiatan tersebut masih menggunakan angka proyeksi saja, belum bisa didasarkan pada angka pasti. ’’Kami proyeksikan ada 5 pasangan calon yang mendaftar dan memenuhi syarat. Untuk perseorangan kami proyeksikan yang menyerahkan dukungan sebanyak 3 pasangan calon. Sedangkan TPS kami proyeksikan sebanyak 1.840 TPS,’’ bebernya.
Dari sejumlah angka proyeksi itu menurut Suprihno yang mendekati akurat hanyalah jumlah TPS. Meskipun begitu dalam perjalanan waktu apabila dipandang perlu, angka tersebut masih terbuka untuk direvisi. Hal tersebut bisa saja terjadi misalnya jika ternyata jumlah pemilih melebihi dari angka proyeksi yang sudah direncanakan. ’’Penyusunan TPS kan sangat dipengaruhi oleh jumlah pemilih. Fix berapa jumlah TPS yang dibutuhkan baru dapat diketahui bersamaan dengan penetapan jumlah DPT Pilkada. Tapi saya berharap angka poyeksi ini tidak meleset, karena pengaruhnya banyak terhadap kebutuhan yang lain, misalnya honorarium, kebutuhan logistik dan anggaran pembuatan TPS,’’ kata bapak dua anak ini.
Sedangkan untuk jumlah pemilih dan jumlah calon dia mengakui bahwa angka proyeksi KPU bisa saja salah. Menurut dia tidak ada satupun pihak yang bisa memastikan berapa jumlah pemilih dan jumlah calon pada pilkada 2018 sampai tahapan benar-benar dilalui. ’’Untuk jumlah pemilih kan prosesnya melalui verifikasi faktual dan tahapan itu baru dilakukan saat pilkada berjalan, bukan saat perencanaan anggaran. Apalagi untuk jumlah pasangan calon, siapa coba yang bisa memastikan. Lah wong itu proses politik yang dinamikanya cukup tinggi,’’ kata Suprihno. (NAM/ARM)